“Cuma Beda Satu”: Uniknya Parkir di Toko Serba Beda

Kami memang tidak selalu pergi ke berbagai tempat perbelanjaan. Pergi ke mall, pusat hiburan, atau supermarket ialah hal yang jarang kami lakukan. Alasannya kami tidak terlalu suka dengan keramaian. Ah, bukan itu sih alasannya, lebih tepat karena di sana harganya telah dibanderol dan pajaknya juga lumayan. Namun sesekali kami pergi ke sana juga karena membutuhkan sesuatu yang tidak dapat dibeli di mini market dekat rumah atau pasar tradisional.

Tiap kali kami pergi ke tempat tersebut parkiran kendaraan selalu penuh, apalagi di akhir pekan. Parkiran mobil, apalagi motor selalu penuh. Begitu juga dengan loket penitipan helm. Loket yang dibangun karena rawannya pencurian akan helm.

Namun kami masih memandang bahwa memarkirkan motor berbagai tempat belanja (modern) merupakan hal yang aman. Dengan penetapan tarif parkir yang masih relatif murah, kami masiih merasa aman jika memarkirkan motor di tempat tersebut. Ya, walau di banyak tempat ketika kendaraan keluar, stnk tidak diperiksa (kadang ribet juga harus meriksa stnk segala). Tapi rasanya itu cukup jika kita menunjukkan struk bukti parkir yang kami ambil di awal saat hendak parkir. Soal manipulasi struk parkir oleh orang yang hendak berniat jahat itu lain soal. Wallahualam, itu soal niat dan itu pinter-pinternya mereka.

Satu waktu, pada malam hari, kami mengunjungi supermarket. Lebih tepatnya mungkin toserba. Di dalamnya, mulai dari kebutuhan sembako hingga suku cadang motor tersedia. Ya, di supermarket yang dulunya bernama Borobudur ini, kami biasa membeli DVD R untuk memback up file-file kami.

Waktu itu, kami dengan menggunakan motor masuk ke parkiran motor. Namun kami sedikit kaget, ternyata loket tempat kami biasa mengambil tiket parkirnya kosong. Di situ tertera tulisan “Motor ambil tiket di depan”. Hah, terpaksa kami harus kembali lagi ke gerbang depan toserba ini. Ya, tempat parkir sepeda motor di sini lokasinya lebih dalam dari gerbang utama toserba ini.

Kami pun ngedumel “Kenapa kami tadi dibiarkan masuk tanpa diberikan tiket”. Ya, dengan pengumuman “Motor ambil tiket di depan” yang ditempel di kertas A4 saya rasa semua orang tidak akan melihatnya dengan jelas. Pengumuman tersebut seperti layaknya pengumuman dari dosen bahwa mata kuliah A diganti harinya dan banyak mahasiswa yang tak melihatnya. Pengumuman kecil yang ditulis dengan tinta hitam di tengah keramaian banyak baligo, iklan, dan warna-warni lampu kota. Maka niscaya pengumuman tersebut hanya buang-buang kertas saja.

Akhirnya saya kembali lagi ke gerbang depan toserba tersebut. Saya meminta tiket masuknya. Kemudian petugasnya (sambil cekikikan dan sedikit cuek) melihat plat nomor kami, mengetiknya, dan mengeluarkan print out tiket parkir untuk kami. Tapi dari lagaknya, kami sedikit curiga. Sebelum memutuskan masuk ke parkiran, kami melihat lagi print out tiket kami. Dari situ langsung mata tertuju pada tulisan nomor plat motor kami di tiket tersebut.

Dan benar saja. Walaupun parkiran di sini tarifnya flat, tapi mereka memang seenak udel dalam menjalankan teknis perparkirannya! Plat nomor yang seharusnya ditulis, misalnya C 5250 CC, hanya ditulis C 5250 saja. Penulisan tiket seperti ini rasanya memang telah kami ketahui sejak cukup lama di toserba ini. Untuk masalah ini , entah kenapa kami hanya pasrah Lillahita’ala.

Namun, tak hanya sampai disitu saja, ternyata plat nomor saya salah cetak di tiket parkir tersebut. Setelah plat nomor yang dicetak hanya C 5250 saja, nomor akhirnya juga salah ketik. Harusnya C 5250 jadi tertulis C 5258.

Dari situ kami segera memprotes kepada Si Mba-nya. Namun kegondokan dan emosi memuncak saat kami memprotes penulisan nomor kami yang salah

“Mba ini nomornya salah” Ujar kami mencoba ramah

“Oh, ga apa-apa kok, cuma beda satu” Ujarnya kalem campur cuek sambil memperhatikan motor lain yang ngantri di belakang, hendak parkir juga.

Anjisss, Astagfirullah, demi tuhan, kami tidak bisa mempercayai apa yang dia katakan. Cuma beda satu katanya. C 5250 jadi C 5258. CUMA BEDA SATU! Luar biasa. Mungkin dia pikir kesalahan penulisan satu nomor itu sepele dan yang punya motor di kota ini hanya puluhan orang. Jadi kemungkinan adanya kesamaan plat motor kecil sekali.

Kami hanya mencoba menahan emosi sambil geleng-geleng kepala. Ya kami pikir, kalaupun marah-marah, kami hanya akan buang-buang waktu saja.

Sudah nulis nomornya tak komplit, salah pula. Ya tentu disitu, saya memikirkan keamanan motor saya dan juga keamanan pekerjaan si Mba dari pemecatan. Namun setelah Si Mba berujar Cuma Beda Satu. Ah, terserahlah…Kumaha Maneh! Sakarep Mu!

Setelah protes kami tak diindahkannya, dengan gondok kami masuk ke parkiran. Kami juga hampir merobek print out tiket kami dan membuangnya tepat di depan konter tiket tersebut. Namun untung kami masih “sadar” bahwa tiket tersebut akan ditagih kelak saat saya keluar parkiran. Jadi setelah sempat meremas tiket dan hampir saja membuangnya, kami kemudian memasukkannya lagi ke dalam saku.

Namun dari situ kami telah berikrar. Jika saat motor kami keluar, dan perbedaan penulisan nomor plat tersebut dipermasalahkan, kami akan segera mendampratnya. Mendamprat Si Mba yang dengan dingin ngomong Cuma Beda Satu…..

***

4 comments on ““Cuma Beda Satu”: Uniknya Parkir di Toko Serba Beda

  1. ehm,…
    terkadang species macam seperti itu selalu ada dalam kehidupan sosial.,,
    tergantung kita menyikapinya bagaimana,..
    yang penting jika anda merasa hal tersebut membahayakan atau setidak – tidaknya mengganggu,..

    jangan sekali – kali anda mendekatinya….
    dan yang penting let it flows aja,.. take it easy…
    hahahahah,…
    mbak ini yang ngasih koment di artikel saya yang berjudul hidup = formalitas ya ? :))
    boleh minta alamat facebooknya gak ?

Tinggalkan komentar