Aktivis “Ngamar”

Jika ditanya isu apa yang tengah seksi, terutama sejak awal milennium ini, tentu saja jawabannya ialah isu lingkungan. Isu yang andai saja sejak awal revolusi industri disadari. Masalah lingkungan ini sebenarnya telah banyak membuat gempar dunia pada beberapa dekade ke belakang, terutama sejak Perang Dunia II usai. Misalnya di Jepang dikenal dengan tragedi Minamata atau yang tak kalah hebohnya ialah terbitnya buku Silent Spring karya Rachel Carson yang membuat gempar Amerika saat itu. Nah, sejak itu, saya pikir, kini isu lingkungan mulai menjadi perhatian tersendiri. Terutama untuk mengimbangi ide-ide developmentalisme yang kerap mengorbankan aspek lingkungan.

Kini telah banyak pergerakan yang mengatasnamakan kelestarian bumi. Di teve, saya juga banyak melihat demo atau kampanye dari berbagai NGO yang menyerukan gagasan-gagasan hijau atau mengkritisi kebijakan yang tak berpihak pada lingkungan. Lembaga “pop” seperti Greenpace atau WALHI mungkin telah banyak kita dengar. Mhh, mungkin anda juga salah satu aktivisnya? Nah merekalah salahsatunya yang getol menyerukan tentang penyelamatan bumi yang nasibnya kini konon telah diujung tanduk.

Dalam upayanya untuk menyelamatkan bumi ini, sebenarnya terdapat berbagai aliran pergerakan demi menyelamatkan lingkungan. Mulai dari yang moderat hingga radikal atau yang sifatnya individual, kolektif hingga massal. Maka ketika kita hanya membawa bekal dari rumah dengan maksud untuk mengurangi sampah, maka kita pun tergolong sebagai aktivis lingkungan.

Oleh karenanya kegiatan menulis ini atau kawan lain yang mengikuti kompetisi juga dapat digolongan sebagai aktivis lingkungan dengan aliran light environmentalism. Light environmentalism ini ialah aliran dalam pergerakan lingkungan yang mengutamakan tanggung jawab individu dalam menjaga kelestarian lingkungan. Mengedepankan usaha dalam skala individu dalam penyelamatan lingkungan. Jadi, saya pikir saya pun tergolong aliran ini. Tak perlu banyak embel-embel ideologi tertentu ataupun hal-hal politis.

Nah, aliran ini memfokuskan pada praktik dan usaha tiap individu dalam menyelamatkan bumi. Pandangan ini lebih melihat bahwa berbagai kerusakan lingkungan dapat diminimalisir dengan cara mengubah kebiasaan kita sehari-hari. Mulai dari menghemat listrik, menghemat air, menghindari penggunaan plastik, membawa botol minuman sendiri atau menggunakan lap kecil alih-alih tisu.

Pun demikian dengan aktivitas menulis ini. Hal yang keluar dari ide-ide individual. Gagasan yang melihat, mengkritisi, dan mampu berkontribusi terhadap berbagai masalah lingkungan. Memang, kampanye saya ini tidak sebesar kawan lainnya yang ikut berbagung di NGO, namun saya percaya tiap kecil dari usaha saya tentu akan berbuah sesuatu bagi lingkungan. Serupa seperti prinsip ekosistem bekerja dimana tiap komponen (komponen biota dana abiota) memiliki peran masing-masing, diharapkan tulisan ini, walau kecil, dapat berkontribusi demi melestarikan lingkungan.

Ngamar

Kini manusia telah menapaki masa globalisasi yang telah menggema sejak terompet milenium baru ditiup, hingga sekarang telah mencapai apa yang dinamakan globalisasi 3.0. Satu dunia datar yang menurut Friedman, saat manusia di dalamnya mampu saling berkolaborasi dan terkoneksi satu sama lain. Saat batas negara diterjang dan membuat akumulasi kapital terus berputar.

Dalam hal ini, saya menelurkan berbagai ide tentang lingkungan dalam skala mikro ataupun individu. Dari kamar dengan komputer, saya mencoba menyebarkan gagasan-gagasan pribadi tentang masalah lingkungan. Dengan bantuan internet, kini aktivis tak harus lagi bertemu langsung, melakukan demo, atau kampanye tentang lingkungan. Saya dapat berkomunikasi, berkolaborasi, juga berdiskusi tentang isu lingkungan terhadap orang di pelosok dunia sana.Ya, Setidaknya terdapat berbagai alternatif dan lebih luasnya pilihan bagi tiap orang untuk membantu melestarikan lingkungan.

Dari kamar sempit yang hanya seluas 3 x 4 m kini saya dapat menyebarkan pandangan saya kepada seluruh dunia ihwal kelestarian lingkungan. Di kamar pengap, kumal, dan dengan ditemani secangkir kopi aroma kini saya dapat terus berkontribusi terhadap lingkungan. Topik dari mulai asal usul manusia, peradaban, dan kemajuan teknologi yang berimplikasi tehadap perubahan lingkungan kini dapat mengalir deras dari sepetak kamar.

Memang tulisan ini dampaknya tidak sehebat dari aliran pergerakan dari “anak-anak” Green Anarchy, Earth First, Green Peace, atau WALHI. Mungki juga ide saya tentang lingkungan tak memiliki filosofis sekuat mereka. Namun tentu tulisan ini hanyalah merupakan alternatif dari sekian banyak opsi yang  dapat dipilih setiap individu dalam upayanya untuk menjaga bumi tetap bernafas. Apapun aliran pergerakan lingkungan yang kalian pegang, tentu sepenuhnya menjadi pilihan bebas kalian.

Namun satu hal, seharusnya saya atau kalian dapat menjadi lebih bijak terhadap lingkungan. Kita seharusnya malu, terhadap suku-suku yang katanya tak beradab, primitif, dan nir-aksara. Mereka jauh di atas kita. Menjadikan pertimbangan akan kelestarian lingkungan sebagai way of life dan mereka telah berada di tahap praksis, tak sekedar banyak cakap dan teriak berbusa-busa saja tentang lingkungan.

***