Review Film: The Piano In The Factory

Kami selalu menggemari film dengan tema musik atau ada kaitannya dengan musik. Dan film The Piano in A Factory ini ternyata kami dapat beberapa bulan yang lalu, untuk kemudian kami meminta kawan kami untuk mengunduhnya karena koneksi internet kami tak layak untuk mengunduh film.

Film ini bercerita tentang seorang ayah yang berprofesi sebagai pemain akordion di band kecil bernama Chen Guilin yang sedang dalam proses perceraian dengan istrinya. Sang istri memilih untuk menikah dengan pria yang lebih kaya dari dia. Masalahnya kemudian terletak paad hak asuh anak, dan sang anak akan memilih untuk ikut pada siapapun yang dapat memberinya piano. Sang anak ternyata memiliki bakat dalam bermain piano.

 Ia hanya bisa menyelinap masuk tiap malam ke sekolah untuk bermain piano yang ada di sekolahnya. Sebelumnya, guru di sekolah tersebut menganggap ada hantu di sekolah, namun akhirnya sang anak kedapatan sedang bermain piano dan dia tidak diperbolehkan lagi bermain piano tersebut.

Walhasil Chen Guilin berusaha dengan cara apapun untuk mendapatkan piano untuk anaknya. Ia sempat berusaja mencuri piano di sekolah anaknya bersama kawan dan saudaranya namun ia ketahuan. Selanjutnya ia mencoba mendekati beberapa kerabat dan saudaranya dan bermodalkan sebuah buku tentang pembuatan piano yang ia pinjam di perpustakaan akhirnya ia bersama timnya memutuskan untuk membuat piano. Mereka mengumpulkan materi mulai dari kayu dan besi bekas untuk dibuat menjadi piano. Uniknya frame piano ini terbuat dari besi alih-alih kayu.

Seiring berjalannya waktu, banyak peristiwa yang terjadi, mulai dari permasalahan saat membuat piano, masalah ia dengan istrinya hingga, permasalahan ia dengan kekasihnya yang merupakan vokalis dalam band-nya. Pada akhirnya Chen Guilin sadar bahwa usahanya membuatkan piano untuk anaknya tidak sebatas memenangkan hati dan hak asuh sang anak. Lebih dari itu, menurut kami poinnya bahwa seseorang bisa menahan sakit, rela tertatih-tatih dalam hidupnya ketika ia tengah berusaha membahagiakan, mengorbankan atau berbuat sesuatu demi orang yang ia kasihi. Seolah ia memiliki nafas kedua. Dalam film ini juga memperlihatkan bahwa hidup bukanlah semata hasil akhirnya tapi bagaimana kesungguhan ia menjalaninya.

Singkatnya, film yang bersetting kelas pekerja China di tahun 1990-an ini layak untuk ditonton. Perubahan di tatanan masyarakat seperti pengambil-alihan pabrik-pabrik yang membuat banyak pekerja kehilangan mata pencahariannya menjadi latar film ini. Bagaimana para pekerja berusahan menjalani hidupnya setelah di PHK dari pabrik besi tempat mereka bekerja semula.

Selain itu bagi kami pribadi, film ini memberikan kami agar lebih bersemangat lagi untuk belajar piano. Mungkin film ini juga dapat menjadi penyemangat bagi kalian yang sedang berusaha untuk membeli piano atau keyboard pertama kalian.

Singkat kata, selamat mencari dan menikmati film-nya.

***